Ordo Squamata


Squamata merupakan kelompok Reptilia terbesar dengan jumlah spesies terbanyak. Habitat anggotanya mulai dari bawah tanah hingga pepohonan, dari gurun hingga ke laut, dan dari ekuator sampai Arctic. Anggotanya biasanya tetrapoda akan tetapi pada subordo Serpentes/Ophidia dan sedikit anggota dari Lacertilia tungkainya mereduksi (Pough et al., 1998).
Secara umum memiliki ciri-ciri antara lain tubuhnya ditutupi oleh sisik yang terbuat dari bahan tanduk. Sisik ini mengalami pergantian secara periodik yang disebut molting. Sebelum mengelupas, stratum germinativum membentuk lapisan kutikula baru di bawah lapisan yang lama. Pada Subordo Ophidia, kulit/sisiknya terkelupas secara keseluruhan, sedangkan pada Subordo Lacertilia, sisiknya terkelupas sebagian. Bentuk dan susunan sisik-sisik ini penting sekali sebagai dasar klasifikasi karena polanya cenderung tetap. Pada ular sisik ventral melebar ke arah transversal, sedangkan pada tokek sisik mereduksi menjadi tonjolan atau tuberkulum; memiliki tulang kuadrat; memiliki ekstrimitas. Kecuali pada Subordo Ophidia, Subordo Amphisbaenia, dan beberapa spesies Ordo Lacertilia; berkembang biak secara ovovivipar atau ovipar dengan vertilisasi internal; persebarannya sangat luas, hampir terdapat di seluruh dunia kecuali Arktik, Antartika, Irlandia, Selandia Baru, dan beberapa pulau di Oceania. Ciri lain dari Squamata adalah tidak adanya gigi vomer, tidak ada hubungan antara pterygoid dan vomer, columella pipih, dan hemipenis yang berkembang dengan baik (Zug, 1993).

Subordo Lacertilia/Sauria
Subordo Lacertilia umumnya adalah hewan pentadactylus dan bercakar, dengan sisik yang bervariasi. Sisik tersebut terbuat dari bahan tanduk namun ada pula yang sisiknya termodifikasi membentuk tuberkulum. Dan sebagian lagi menjadi spina. Sisik-sisik ini dapat mengelupas. Pengelupasannya berlangsung sebagian dalam artian tidak semua sisik mengelupas pada saat yang bersamaan (Zug, 1993).
Selain itu pada Lacertilia mereka memiliki kelopak mata dan lubang telinga. Lidah Lacertilia panjang dan adapula yang bercabang. Pada beberapa spesies lidah ini dapat ditembakkan (projectile) untuk menangkap mangsa seperti pada genus Chameleon. Beberapa anggota Subordo Lacertilia banyak yang memiliki kemampuan untuk melepaskan ekornya  (autotomi) (Zug, 1993).

1.      Pygopodidae
Pygopodidae disebut juga kadal ular, karena tidak memiliki kaki. Sebenarnya kadal ini memiliki kaki belakang yang bersifat vestigial berbentuk sisik kecil. Habitatnya di atas pohon (aboreal) atau di meliang bawah tanah (subterran) dan tersebar di Australia, New Britain, dan New Guinea. Merupakan hewan nocturnal. Familia ini dibagi dalam 8 genera diantarnya Pigopus, Lialis, Delma, Aprasia, dan Ophidiocephalus dengan 31 spesies di dalamnya (Zug, 1993).

1.      Agamidae
Familia ini memiliki ciri badan pipih, tubuhnya ditutup sisik bentuk bintil atau yang tersusun seperti genting, demikian pula dengan kepalanya penuh tertutup sisik. Lidahnya pendek, tebal, sedikit berlekuk di ujung serta bervilli. Jari-jarinya kadang bergerigi atau berlunas Tipe gigi acrodont. Pada Draco volans memiliki pelebaran tulang rusuk dengan lipatan kulit. Habitatnya di pohon dan semak (Pough et al., 1998).
Persebaran Agamidae meliputi Afrika, Asia dan Australia. Pada tiap benua tersebut, Agamidae memiliki bentuk dan ukuran tubuh yang sangat beragam. Sebagian besar Agamidae memiliki ukuran menengah (6-12 cm SVL). Semua Agamidae memiliki tungkai yang berkembang dengan baik. Banyak anggotanya yang memiliki sisik berlunas dan crest pada bagian middodorsal (Zug, 1993).
 
1.      Scincidae
Ciri umum dari familia ini adalah badannya tertutup oleh sisik sikloid yang sama besar, demikian pula dengan kepalanya yang tertutup oleh sisik yang besar dan simetris. Lidahnya tipis dengan papilla yang berbentuk seperti belah ketupat dan tersusun seperti genting. Tipe giginya pleurodont. Matanya memiliki pupil yang membulat dengan kelopak mata yang jelas. Ekornya panjang dan rapuh (Zug, 1993).
 
1.      Varanidae
            Ciri dari familia ini adalah badannya yang besar dengan sisik yang bulat di bagian dorsalnya sedang di bagian ventral sisik melintang dan terkadang terdapat lipatan kulit di bagian leher dan badannnya. Lehernya panjang dengan kepala yang tertutup oleh sisik yang berbentuk polygonal. Lidahnya panjang bercabang dan tipe giginya pleurodont. Pupil matanya bulat dengan kelopak dan lubang telinga yang nyata (Zug, 1993).
 
1.      Lacertidae
            Familia ini terdiri lebih dari 20 genera dengan jumlah spesies lebih dari 200. Perawakan kadal ini memiliki tubuh yang memanjang dengan kepala yang mengerucut, ekor dengan ketebalan sedang yang panjang dan tungkai yang berkembang dengan baik. Sisik kepala besar-besar dan seragam, sisik granuler pada bagian dorsal leher, sisik ventral yang melebar dan sisik dorsal seringkali berlunas. Susunan sisik pada Lacertidae hampir mirip dengan susunan sisik pada Teiidae, meskipun pada Lacertidae ukuran sisiknya lebih kecil. SVL biasanya kurang dari 9 cm, akan tetapi ada beberapa spesies yang memiliki SVL melebihi 15 cm (Lacerta lepida). Semua Lacertidae, kecuali Lacerta vivipara, berkembangbiak secara ovipar. Genus yang dapat ditemukan di Indonesia adalah Takydromus (Zug, 1993).
 
1.      Gekkonidae
            Gekkonidae banyak ditemukan di iklim yang hangat. Memiliki keunikan yang berbeda dengan familia yang lain dari vokalisasinya, ketika bersosialisasi dengan gecko yang lain. Kebanyakan gecko tidak mempunyai kelopak mata, melainkan matanya dilapisi membran transparan yang dibersihkan dengan cara dijilat. Banyak spesies anggota Gekkonidae yang memiliki jari khusus yang termodifikasi untuk memudahkannya memanjat permukaan vertikal maupun melewati langit-langit dengan mudah. Kebanyakan Gecko berwarna gelap namun ada pula yang berwarna terang. Beberapa spesies dapat mengubah warna kulitnya untuk membaur dengan lingkungannya ataupun dengan temperatur lingkungannya. Beberapa spesies dapat melakukan parthenogenesis dan juga beberapa spesies betina dapat berkembang biak tanpa pembuahan (Zug, 1993).

1.      Dibamidae
            Dibamidae memiliki ukuran tubuh yang kecil (5-10 cm SVL), tubuh memanjang, hampir seperti kadal tak bertungkai di daerah Indomalaysia (Genus Dibamus terdiri dari 9 spesies) dan Meksiko (Anelytropsis, 1 spesies). Sisiknya halus, berkilau jika terkena cahaya dan habitatnya fossorial. Mata berukuran kecil terletak di bawah sisik kepala. Tungkai depan dan gelang bahu tidak ada, tungkai belakang tereduksi menjadi sisik penutup yang kecil. Dibamus merupakan hewan yang menempati lantai hutan dan membutuhkan tanah yang lembab. Perkembangbiakan mungkin dengan ovovivipar (Zug, 1993).

Subordo Ophidia/ Serpentes
            Subordo serpentes dikenal dengan keunikannya yaitu merupakan Reptilia yang seluruh anggotanya tidak bertungkai (tungkai mereduksi) dari ciri-ciri ini dapat diketahui bahwa semua jenis ular termasuk dalam subordo ini. Dikarenakan ada juga Lacertilia yang tak bertungkai, untuk membedakannya secara morfologi dapat dilihat dengan adanya kelopak mata dan lubang telinga. Sedangkan fungsi pelindung mata digantikan oleh sisik transparan yang menutupinya. Berbeda dengan anggota Ordo Squamata yang lain, pertemuan tulang rahang bawahnya dihubungkan dengan ligamen elastis (Zug, 1993).
            Keunikan lain yang dimiliki oleh subordo ini adalah seluruh organ tubuhnya termodifikasi memanjang. Dengan paru-paru yang asimetris, paru-paru kiri umumnya vestigial atau mereduksi. Memiliki organ perasa sentuhan (tactile organ) dan reseptor yang disebut Organ Jacobson ada pula pada beberapa jenis yang dilengkapi dengan Thermosensor. Ada sebagian familia yang memiliki gigi bisa yang fungsinya utamanya untuk melumpuhkan mangsa dengan jalan mengalirkan bisa ke dalam aliran darah mangsa (Zug, 1993).
            Ada 4 tipe gigi yang dimiliki Subordo Serpentes, yaitu :
  1. Aglypha : tidak memiliki gigi bisa. Contohnya pada Familia Pythonidae, dan Boidae.
  2. Proteroglypha : memiliki gigi bisa yang terdapat di deretan gigi muka (bagian depan). Contohnya pada Familia Elapidae dan Colubridae.
  3. Solenoglypha : memiliki gigi bisa yang bisa dilipat sedemikian rupa pada saat tidak dibutuhkan. Contohnya pada Familia Viperidae.
  4. Ophistoglypha : memiliki gigi bisanya yang terdapat di deretan gigi belakangnya. Contohnya pada Familia Hydrophiidae.
            Terdapat 3 jenis bisa yang digunakan untuk melumpuhkan mangsa, perlindungan diri ataupun untuk membantu pencernaannya yaitu haemotoxin, cardiotoxin dan neurotoxin. Habitat subordo ini tersebar dimana-mana yaitu, dapat hidup secara akuatik, semi akuatik, terran, subterran, arboreal. Berikut adalah beberapa familia dari subordo Serpentes yang terdapat di Indonesia, yaitu:

1.      Typhlopidae
            Biasa dikenal sebagai ular buta dikarenakan memiliki mata yang mereduksi. Kepalanya bulat, dengan ekor yang pendek dan pada ujungnya terdapat sisik yang mengalami penandukan. Secara keseluruhan badannya pun berbentuk bulat dan panjangnya hanya mencapai kurang lebih 30 cm. Hidupnya di bawah tanah, di dalam serasah, atau meliang. Genusnya yang paling dikenal adalah dari Genus Typhlops sedangkan yang lainnya adalah Xenotyphlops, Acutotyphlops dan lain-lain. Terdiri dari 6 genus dengan 240 spesies. Umumya ditenukan di daerah tropis di Asia, Afrika, dan Amerika (Zug, 1993).

2.      Boidae
Dikenal sebagai familia ular pembelit, habitatnya biasanya arboreal. Dengan persebaran di Columbia, Suriname, Bolivia, Argentina, dan Asia. Pembuluh darah dan organ pernafasannya masih primitive, memiliki sisa tungkai belakang yang vestigial. Moncongnya dapat digerakkan. Tipe giginya aglypha. Familia ini memiliki genus diantaranya Acrantophis, Boa, Candoia, Corallus, Epicrates, Eryx, Eunectes, Gongylophis, dan Sanzinia (Pough et al., 1998).

3.      Pythonidae
Keseluruhan anggota dari familia merupakan ular yang tidak berbisa. Beberapa mengelompokkannya sebagai subfamilia dari Boidae yaitu Pythoninae. Pythonidae dibedakan dari Boidae karena mereka punya gigi di bagian premaxilla, semacan tukang kecil di bagian paling depan dan tengah dari rahang atas. Kebanyakan hidup di daerah hutan hujuan Tropis. Merupakan ular yang tercatat mampu mencapai ukuran paling besar 10 m (Python reticulatus). Beberapa spesies menunjukkan adanya tulang pelvis dan tungkai belakang yang vestigial berupa taji di kanan dan kiri kloaka. Taji ini lebih besar pada yang jantan dan berguna untuk merangsang pasangannya pada saat kopulasi. Familia ini terdiri dari 3 genera (Python, Morelia dan Aspidites) dengan lebih dari 30 spesies habitatnya meliputi Afrika dan Indoaustralia (Zug, 1993).
 
4.      Elapidae
Merupakan familia yang anggotanya kebanyakan ular berbisa yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis.terdiri dari 62 genus dengan 280 spesies yang telah diketahui. Dibagi menjadi 2 subfamilia yaitu Elapinae dan Hydrophiinae. Biasanya memiliki gigi bisa tipe proteroglypha dengan bisa tipe neurotoxin. Pupil mata membulat karena kebanyakan merupakan hewan diurnal. Familia ini dapat mencapai ukuran 6 m (Ophiophagus hannah) dan biasanya ovipar namun adapula yang ovovivipar (Pough et al., 1998).

5.      Viperidae
Ular-ular dari familia ini memiliki gigi bisa tipe solenoglypha dengan bisa jenis haemotoxin. Familia ini kebanyakan merupakan ular terran yang hidup di gurun. Namun ada pula yang hidup di daerah tropis. Tersebar hampir di seluruh dunia. Sisiknya biasanya termodifikasi menjadi lapisan tanduk tebal dengan pergerakan menyamping. Memiliki facial pit sebagai thermosensor. Kebanyakan anggota familianya merupakan hewan yang ovovivipar dan beberapa ada yang bertelur. Subfamilia yang ada di Indonesia adalah Crotalinae yang terdiri dari 18 genus dan 151 spesies (Pough et al., 1998).

6.      Colubridae
Ciri yang dapat membedakan dengan familia yang lain antara lain adalah sisik ventralnya sangat berkembang dengan baik, melebar sesuai dengan lebar perutnya. Kepalanya biasanya berbentuk oval dengan sisik-sisik yang tersusun dengan sistematis. Ekor umumnya silindris dan meruncing. Familia ini meliputi hampir 2/3 dari spesies ular di dunia. Kebanyakan anggota familia Colubridae tidak berbisa atau kalaupun berbisa tidak terlalu mematikan bagi manusia. Gigi bisanya tipe proteroglypha dengan bisa haemotoxin. Terdiri dari 320 genera dengan jumlah spesies lebih dari 1700 dan tersebar luas di dunia (Pough et al., 1998).

7.      Acrochordidae
Merupakan ular akuatik dengan sisik yang sangat kecil, berlunas dengan jelas sehingga tekstur kulitnya sangat kasar. Kulitnya agak kendur/longgar. Ular ini hampir sama sekali tidak mampu untuk bergerak di darat. Ekor dari ular ini sedikit memipih. Ular ini tidak memiliki valvular nostril seperti ular akuatik lainnya, sebagai gantinya terdapat jaringan penutup yang terletak di dalam mulut berfungsi untuk menutup choane. Tingkat metabolismenya lebih rendah jika dibandingkan dengan ular lain. Makanannya antara lain ikan dan kepiting. Semua anggotanya nocturnal dan vivipar, sekali beranak sekitar 30 anakan. Familia ini terdiri dari 1 genera dengan 3 spesies (Pough et al., 1998).

8.      Xenopeltidae
Xenopeltidae merupakan ular peliang, ular nocturnal di hutan hujan tropis dengan ukuran sedikit yang melebihi 1 meter. Sisik dorsal biasanya hitam atau sangat gelap. Ular ini biasa dikenal sebagai ular pelangi karena sisiknya berkilau bila terkena cahaya. Familia ini mempunyai lapisan pigmen yang gelap di bagian bawah permukaan tiap sisiknya yang menambah terang kilauannya. Xenopeltis unicolor merupakan binatang peliang yang mengahabiskan waktunya di dalam tanah. Banyak ditemukan di Cina Selatan sampai Asia Tenggara. Terdiri dari satu genus dengan satu spesies yang masih ada (Pough et al., 1998).

9.      Uropeltidae
Uropeltidae terdiri 2 subfamilia yaitu Cylindrophinae dan Uropeltinae. Bentuk kepala dari Uropeltinae agak menerucut dan pipih, seringkali kepala berukuran lebih kecil dibandingkan dengan ukuran leher. Ekor dari Uropeltinae tumpul pada ujungnya dan pada kebanyakan spesies ujung ekornya ditutupi oleh sisik besar dengan permukaan yang kasar. Tubuh bagian depan sangat berotot dikarenakan fungsinya untuk menggali. Genus ini terdiri dari 9 genera dan sekitar 45 spesies (Pough et al., 1998).


Subordo Amphisbaenia
            Subordo Amphisbaenia dipisahkan dari Lacertilia dikarenakan bentuk morfologinya yang berbeda dan lebih menyerupai cacing yang dihubungkan dengan modifikasi anatomi dikarenakan anggotanya hidupnya fossorial. Penampakan segmentasi pada Amphisbaenia sangat unik jika dibandingkan dengan Reptilia lain, meskipun garis keturunannya sangat dekat dengan Lacertilia (Zug, 1993).
            Sebagai hewan fossorial, Amphisbaenia memiliki tengkorak yang kompak dikarenakan kepalanya digunakan untuk menggali. Mata tereduksi akan tetapi masih dapat digunakan untuk melihat. Tidak ditemukan adanya telinga luar, tungkai dan gelang bahu (kecuali pada Bipes). Tubuhnya memanjang dan memiliki ekor yang pendek. Seperti pada vertebrata tak bertungkai lainnya, salah satu paru-paru mereduksi, dan paru-paru yang mereduksi adalah paru-paru kanan (Zug, 1993).
Subordo Amphisbaenia merupakan bagian dari Ordo Squamata yang tidak berkaki namum memiliki kenampakan seperti cacing karena warnanya yang semu merah muda dan sisiknya yang tersusun seperti cincin. Kelangkaannya dan kehidupnya yang meliang menjadikan sedikit keterangan yang bisa diketahui dari subordo ini (Grzimek, 2003).
            Kepalanya tidak memisah dari lehernya, tengkorak terbuat dari tulang keras, memiliki gigi median di bagian rahang atasnya tidak memiliki telinga luar dan matanya tersembunyi oleh sisik dan kulit. Tubuhnya memanjang dan bagian ekornya hampir menyerupai kepalanya (Grzimek, 2003).

Comments

Popular posts from this blog

Filsafat Ilmu

Ektoparasit pada Kucing Liar

Tugas Kuliah: Northern Blotting