Ektoparasit pada Kucing Liar
Tulisan berikut merupakan bahasan yang ditulis pada jurnal berjudul: "Ectoparasites of Stray Cats in Bangkok Metropolitan Areas, Thailand
Ektoparasit seringkali dianggap
sebagai hewan yang mengganggu tetapi tidak terlalu memerlukan perhatian klinis.
Meskipun begitu, infeksi yang disebabkan oleh ektoparasit sangat mempengaruhi suatu
populasi, tergantung pada lingkungan sosio-ekonomiknya. Ektoparasit dikenal
sebagai penyebab umum kelainan pruritik kulit dan non-pruritik kulit pada
kucing, serta dapat mentransmisikan berbagai macam penyakit dan juga
menyebabkan kelainan hipersensitivitas pada hewan. Ektoparasit juga menyebabkan
anemia yang mengancam kehidupan hewan-hewan muda.
Kelompok ektoparasit yang paling umum
menginfeksi kucing adalah kutu. Infeksi kutu tidak terlalu berbahaya jika
dibandingkan dengan penyakit yang ditransmisikan oleh kutu tersebut, misalnya
bartonellosis (cat scratch diseases) pada hewan dan manusia. Infeksi kutu dapat
dijumpai pada kucing liar, kutu tersebut juga mampu mentransmisikan beberapa
penyakit seperti ehrlichiosis. Pada beberapa kasus klinis, sumber infeksi
seringkali tak diketahui karena vektor Arthropoda masih kurang diperhatikan.
Ektoparasit merupakan vektor pathogen
zoonotik seperti Lyme disease, Powassan encephalitis, plak, Rocky Mountain
spotted fever, trypanosomiasis dan tularemia. Beberapa Arthropoda ektoparasit merupakan
hama yang mengesalkan pada manusia dan hewan peliharaan. Di negara berkembang,
terutama pada kelompok rakyat yang miskin, seringkali ditemukan berbagai macam
parasit pada kucing dan anjing misalnya scabies yang merupakan akibat dari
kenaikan biaya hidup sehingga pemeliharaan hewan menjadi terbengkalai.
Di Bangkok, banyak ditemukan kucing
dan anjing liar yang berkeliaran di jalanan, pasar terbuka, tempat umum serta
tempat sembahyang (biara). Kucing dan anjing liar merupakan sumber dari
kebanyakan penyakit zoonotik seperti rabies, cat-scratch disease, ehrlichiosis
dan toxoplasmosis, serta dapat dengan mudah menyebarkan penyakit tersebut
kepada hewan peliharaan dengan adanya kontak fisik. Para penganut ajaran Budha
percaya bahwa biara merupakan tempat perlindungan hewan karena di tempat ini
tidak boleh dilakukan pembunuhan terhadap hewan-hewan yang ada pada biara
tersebut. Karena alasan itulah jumlah
populasi hewan dalam biara meningkat sehingga dikhawatirkan dapat menyebabkan
peningkatan penularan berbagai penyakit zoonosis. Penelitian mengenai ektoparasit
pada kucing liar di Bangkok masih belum banyak dilakukan. Ektoparasit yang
ditemukan pada kucing liar biara tersebut dapat digunakan untuk mewakili
distribusi dari ektoparasit yang terdapat pada kucing-kucing liar yang
berkeliaran di Bangkok.
Penelitian ini bertujuan untuk
mendeterminasi kelaziman ektoparasit pada kucing liar dengan sedikit perawatan
veterinary serta tanpa penggunaan insektisida yang diambil dari biara-biara di
Bangkok.
Area metropolitan Bangkok dibagi
menjadi 50 distrik geografis. Pada tiap distrik dapat dijumpai minimal satu
biara. Kucing liar yang digunakan adalah kucing yang hidup di biara tanpa ada
pemilik yang sah. Kucing tersebut memperoleh makanan sisa dari para
biarawan/biksu. Kucing-kucing ini tidak pernah divaksinasi ataupun diberi obat
cacing. Terkadang, kucing-kucing ini juga hidup berdampingan dengan anjing liar
di beberapa biara.
Sebanyak 575 sampel kucing liar
diperiksa dan diambil ektoparasitnya pada bulan Maret hingga Agustus 2005.
Kucing-kucing tersebut dipilih secara random dari 150 biara yang terdapat di 50
distrik area metropolitan Bangkok. Semua kucing tersebut diperiksa secara
menyeluruh tubuh bagian luarnya oleh dokter hewan dan dicatat tingkat
kesehatannya.
Sampel ektoparasit dan skin scraping
dikoleksi dari kucing liar yang hidup di biara dari masing-masing distrik.
Sampel diletakkan pada kantong plastic dan diberi label sesuai dengan distrik
masing-masing serta tanggal koleksinya. Sampel diawetkan dalam alcohol 70%
selama beberapa bulan. Umur kucing yang diperiksa berkisar antara 3 bulan
sampai 10 tahun.
Setelah dipreservasi dalam alcohol,
sampel dibersihkan dengan air dan kemudian direndam dalam potassium hidroksida
5% selama 10-15 menit. Sampel kemudian dipindahkan ke dalam alcohol asam 35%
selama 5 menit. Sampel kemudian didehidrasi dengan alcohol bertingkat dari 50,
60, 70, 80, 90, 95 dan 100% masing-masing selama 5 menit. Untuk membuat sampel
menjadi transparan, sampel dijernihkan dengan xylol selama 5 menit. Sampel
dimounting dengan menggunakan permount dan kemudian preparat dibiarkan kering
sebelum dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop stereo.
Berdasarkan penelitian tersebut,
diperoleh hasil bahwa tingkat infeksi ektoparasit pada kucing liar di area
metropolitan Bangkok sebesar 95,8%. Tak ada perbedaan signifikan antara kucing
liar berjenis kelamin jantan dan betina. Kucing yang berusia antara 3-5 tahun
memiliki tingkat infeksi yang sangat tinggi yaitu sebesar 97,3%. Ektoparasit
yang paling sering dijumpai pada kucing liar tersebut antara lain adalah Ctenocephalides felis felis, Felicola subrostratus,
Notoedres cati, Ctenocephalides felis orientis dan Xeopsylla cheopitis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
ektoparasit dapat dijumpai pada 98% kucing liar di Bangkok.
Hasil dari penelitian ini menyatakan
bahwa level ektoparasit yang dijumpai pada kucing liar di area metropolitan
Bangkok sangat tinggi. Penemuan ini memberikan bukti bahwa ektoparasit
merupakan permasalahan utama yang dihadapi oleh kucing liar di Bangkok.
Sebagian besar kucing Thailand dipelihara di luar rumah ataupun di dalam dan
luar rumah. Karena kucing liar mampu membawa ektoparasit ke tempat umum, hewan
sehat dan manusia dapat juga terinfeksi karenanya. Kondisi lingkungan dapat
mempengaruhi proliferasi dan ketahanan ektoparasit. Sebagai contoh,
perkembangan larva kutu terjadi pada microhabitat terlindungi yang merupakan
kombinasi dari suhu sedang dan kelembaban yang tinggi. Di Thailand, suhu dan
kelembabannya dapat mempercepat siklus hidup semua ektoparasit dan membantu
ektoparasit tersebut untuk dapat bertahan di lingkungannya. Hasil studi ini
juga menunjukkan peranan kucing liar sebagai salah satu sumber transmisi
parasit zoonotik pada manusia di Bangkok.
Umur kucing dipercaya sebagai salah
satu factor yang penting berhubungan dengan infeksi parasit. Kucing pada umur
3-5 tahun lebih cenderung terparatisasi dibandingkan umur-umur lainnya. Ctenocephalides felis felis diketahui
sebagai ektoparasit yang paling umum dijumpai pada kucing. Temuan ini hampir
sama dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Pada penelitian ini,
ektoparasit tersebut merupakan ektoparasit dengan frekuensi ditemui yang paling
tinggi yaitu 88,3%. C. felis felis
memiliki peranan penting sebagai vector biologis berbagai macam pathogen pada
manusia. Tingginya jumlah ektoparasit
pada kucing liar menunjukkan bahwa bahaya penyakit mengancam di mana-mana, oleh
karenanya perlu dilakukan tindakan preventif serta pengontrolan parasit.
Comments
Post a Comment