Ordo Crocodylia
Ordo Crocodylia termasuk dalam Archosauria (ruling Reptile/Reptilia penguasa). Secara morfologi, anggota dari ordo ini
terlihat mirip satu sama lainnya. Keberagaman dalam ordo ini bisa dilihat
terutama dari ukuran tubuh, pola sisik, warna dan morfologi tengorak. Spesies
terkecil dari kelompok ini adalah Paleosuchus
palpebrosus (Cuvier’s Dwarf Caiman), jantannya jarang yang melebihi ukuran
1,6 m sedangkan betinanya berukuran 1,2 m (Grzimek, 2003).
Ordo ini terdiri dari 3 familia dengan 23 spesies yang
tersebar di seluruh dunia. Memiliki tubuh yang besar dengan tulang yang keras
dari bahan tanduk (Scutum). Sisik
punggungnya berderet transversal membentuk perisai dermal. Sisik-sisiknya
bentuknya berlunas (bagian dorsal), bulat (bagian lateral), dan segi empat
(bagian ventral). Tungkai belakangnya lebih panjang dan berselaput dengan 4
jari, sedangkan tungkai depan 5 jari dan tanpa selaput. Kepalanya terletak
horizontal di depan tubuhnya. Terdapat mata, lubang hidung yang berbentuk
seperti bulan sabit berkatup di ujung moncongnya, dan lubang telinga di bagian
dorsal. Matanya kecil, dengan pupil kecil, dan memiliki membrana nictitans. Pada jantungnya memiliki foramen panizzae yang
terletak pada salah satu pertemuan aorta kanan dan aorta kiri di sebelah distal
dari katub aorta. Gigi geliginya thecodont
dan melekat pada rahang. Palatal valve berfungsi untuk mencegah air yang
masuk. Lidahnya tebal dan besar serta tidak dapat dijulurkan. Ekornya memiliki
otot yang kuat yang sangat membantunya dalam bergerak di air (Grzimek, 2003).
Anggota Ordo Crocodylia telah beradptasi dengan
kehidupan semiakuatik. Kebanyakan hidup pada iklim tropis kecuali pada Alligator mississippiensis dan Alligator sinensis namun mereka tetap
tidak dapat mentolerir suhu dibawah suhu iklim daerahnya. Semua Ordo Crocodylia
bertelur di darat dalam sebuah sarang yang terbuat dari tetumbuhan atau Lumpur.
Dewasa menjaga sarang ini dengan baik. Semua telur dalam sarang menetas secara
bersamaan dan pergi meninggalkan sarang juga secara bersamaan. Buaya dewasa
akan merespon suara dari anaknya yang disebut hatcling(s) dan menjaga mereka selama beberapa minggu. Ketika masih
muda kawanan buaya hidup bersama-sama. Crocodylia
berburu di malam hari. Crocodylian dewasa terutama yang dominan memiliki
teritori tersendiri, namun pada musim kering teritori tersebut dilupakan karena
daerah mereka menyempit akibat kekeringan (Grzimek, 2003).
Familia Alligatoridae
Jika dilihat morfologi luarnya, spesies dari familia ini
kelihatan mirip dengan anggota dari familia Crocodylidae dengan tubu yang
gempal dan ekor yang sangat bertenaga dengan panjang yang kira-kira sama dengan
panjang tubuhnya. Moncongnya panjang dan terdapat gigi pada rahang bawah dan
rahang atas. Anggota dari kelompok ini dapat dibedakan dengan spesies dari
Crocodylidae yaitu dilihat dari gigi mandibulanya yang akan tertutupi oleh
rahang atas ketika mulut mengatup sehingga tidak tampak dari luar. Sebaliknya,
gigi mandibula keempat pada Crocodylia dapat dilihat dari luar ketika mulut
tertutup (Grzimek, 2003).
Familia Alligatoridae memiliki ciri-ciri bentuk moncongnya
yang tumpul dengan deretan gigi pada rahang bawah tepat menancap pada gigi yang
terdapat pada rongga pada deretan rahang atas sehingga pada saat moncongnya
mengatup hanya deretan gigi pada rahang atasnya saja yang terlihat dapat
mencapai umur maksimal hingga 75 tahun. Tahan terhadap suhu rendah.memiliki
lempeng tulang pada punggung dan bagian perut bawah memiliki sisik dari bahan
tanduk yang lebar yang berjumlah lebih dari 6 sisik (Pough et al., 1998).
Familia ini terdiri dari empat genera yaitu Alligator, Paleosuchus, Melanosuchus
dan Caiman dan delapan spesies.
Persebarannya meliputi bagian utara Amerika Selatan, bagian barat Amerika
Tengah dan Mexico, bagian tenggara Amerika Serikat dan sebagian kecil dari Cina
(Grzimek, 2003).
Familia Crocodylidae
Ciri-ciri Familia Crocodylidae adalah moncongnya
meruncing dengan bentuk yang hampir segitiga dan pada saat mengatup, kedua
deret giginya terlihat dengan jelas. Kedua tulang rusuk pada ruas tulang
belakang pertama bagian leher terbuka lebar. Terdapat pula baris tunggal sisik
balakang kepala yang melintang yang tidak lebih dari 6 buah di bagian tengkuk. Crocodylidae
berukuran dari yang paling kecil (Osteolaemus
tetraspis) hingga berukuran paling besar yang paling besar (Crocodylus porosus, panjangnya mencapai
6,1 m). cirri-cirinya yang lain adalah tungkai depan yang kecil dan lemah serta
tungkai belakang yang kuat. Sisik dorsal tersusun atas osteoderm yang menutupi bagian leher dan punggung. Semua Crocodylidae
memiliki tubuh memanjang dengan ekor yang panjangnya hampir sama dengan ukuran tubuh.
Ekornya berotot dan memipih karena digunakan untuk berenang. Adaptasi kehidupan
air antara lain hidung, katub pada telinga, membrana
nictitans dan katub glottis pada tenggorokan. Penglihatan,
pendengaran dan penciuman pada buaya ini berkembang dengan baik. Giginya dapat
tumbuh kembali tiap kali tanggal dengan perlekatan tipe thecodont. Umurnya bisa mencapai 70-80 tahun (Grzimek, 2003).
Berikut beberapa spesies anggota Familia Crocodylidae
yang ada di Indonesia adalah :
1.
Crocodylus novaeguineae
Spesies yang
sering disebut sebagai Buaya Irian ini dibedakan dengan buaya yang lain
berdasrkan ukuran sisiknya yang lebih
besar, terutama sisik ventralnya. Sisik belakang kepalanya berjumlah 4-7 buah.
Sisik D.C.W (Double Crest Whorl) sejumlah 17-20 pasang, sedangkan Sisik S.C.W
(Single Crest Whorl) berjumlah 18-21 buah. Jumlah sisik ventral terdiri atas
23-28 baris dari depan ke belakang. Ukuran maksimum dapat mencapai 3350 mm
untuk jantan dan 2650 mm untuk betina (Iskandar, 2000).
Pada waktu akan bertelur, betina akan membuat sarang dan
bertelur pada awal musim kemarau, hal ini berlawanan dengan Crocodylus porosus. Telur–telur ini
dijaga oleh induk sampai mereka dapat mencari makanan sendiri. Buaya-buaya ini menempati habitat yang
sama dengan buaya air tawar di Indonesia Barat dan dijumpai sampai ke pedalaman
dengan persebaran meliputi Irian sebelah utara, mulai dari daerah DAS
Memberamo, sampai semenanjung selatan Papua Nugini (Iskandar, 2000).
2.
Crocodylus porosus
Buaya muara dikenal sebagai buaya terbesar di dunia dan
dapat mencapai panjang tujuh meter. Buaya ini dibedakan dengan buaya yang lain
berdasarkan sisik belakang kepalanya yang kecil ataupun tidak ada, sisik
dorsalnya berlunas pendek berjumlah 16-17 baris dari depan ke belakang biasanya
6-8 baris. Tubuhnya berwarna abu-abu atau hijau tua
terutama pada yang dewasa pada sedangkan yang muda berwarna lebih kehijauan
dengan bercak hitam, dan pada ekornya terdapat belang hitam dari bercak- bercak
berwarna hitam (Iskandar, 2000).
Jantan dewasa biasanya berukuran 4-5 m sedangkan
betinanya berukuran sekitar 3-3,5 m. Kulit cenderung berwarna hitam, coklat
gelap atau bagian dorsal agak kekuningan. Bagian samping tubuh biasanya putih
atau kekuningan. Tidak seperti Crocodylidae lain, sisik postoccipital yang
lebar tidak ada pada spesies ini (Grzimek, 2003).
Saat bertelur, betina akan membuat sarang dari sampah
tumbuhan, dan dedaunan. Buaya ini bertelur pada awal musim penghujan. Telur –
telur ini akan terus dijaga oleh induk sampai menetas dan mereka dapat mencari
makanan sendiri. Buaya jenis ini menempati habitat muara sungai. Kadang
dijumpai di laut lepas. Makanan utamanya adalah ikan walaupun sering menyerang
manusia dan babi hutan yang mendekati sungai untuk minum. Persebaran buaya ini
hampir di seluruh perairan Indonesia
(Iskandar, 2000).
3.
Crocodylus siamensis
Dibedakan dengan buaya yang lain berdasarkan sisik post occipital-nya yang berjumlah 2-4
buah. Moncongnya tidak berlunas tetapi terdapat lunas yang jelas di antara
kedua matanya.. Panjang moncongnya satu setengah sampai satu tiga perempat kali
lebarnya. Umumnya memiliki 3-4 buah sisik belakang kepala. Tubuhnya kecil dan
hanya dapat mencapai panjang sekitar satu meter, berwarna hijau tua kecoklatan
dan anakan berwarna lebih muda dengan
bercak- bercak pada punggung dan ekor. Belang hitam pada ekor umumnya
tidak utuh. Buaya Air Tawar betina bertelur pada awal musim penghujan.
Buaya ini hidup pada pedalaman dengan air yang tawar,
sungai atau rawa-rawa. Makanan utamanya adalah ikan. Jenis ini juga dikenal
sebagai buaya Siam. Persebarannya meliputi Kalimantan Timur dan Jawa.
Familia Gavialidae
Familia ini terdiri
dari 2 genera yaitu Gavialis dan Tomistoma dengan 2 spesies yaitu Gavialis gangeticus (persebarannya
meliputi daerah India utara, Pakistan, Nepal, Bangladesh, Bhutan dan Birma) dan
Tomistoma schlegelii (persebarannya
meliputi Thailand, Malaysia, Sumatra, Borneo dan Jawa) (Pough et al., 1998).
Anggota dari familia ini memiliki ukuran tubuh sekitar
4-6,5 m. Kedua genera anggotanya memiliki tubuh yang memanjang, moncong yang
sempit dan makanan utamanya dalah ikan. Genus Gavialis mungkin merupakan buaya
yang paling akuatik dengan tungkai yang lemah dan tinggal di air dengan aliran
yang deras. Sarang dari Gavialis berupa lubang di pasir tepi sungai sedangkan
Tomistoma cenderung membuat sarang gundukan (Pough et al., 1998).
Familia Gavialidae memiliki bentuk moncong yang
memanjang dan pada saat moncong tersebut menangkup, kedua deret gigi yaitu yang
berada di rahang atas dan rahang bawah terlihat berseling (interlocking). Ujung moncongnya melebar (Zug, 1993). Spesies dari
familia ini yang dapat ditemukan di Indonesia adalah Tomistoma schlegelii.
Tomistoma schlegelii
Moncong dari buaya yang tergolong
dalam famili Gavialidae ini sangat sempit. Mereka dapat tumbuh hingga mencapai
panjang 5,6 meter. Rahang atas memiliki sekitar 20-22 gigi, sedangkan rahang
bawahnya hanya sekitar 17-19 gigi. Gigi kelima biasanya besar. Peunggungnya
terdiri dari sisik berjumlah sekitar 22 buah yang berderet kebelakang dalam 4
baris. Sisik belakang kepala dua pasang berukuran kecil dan terletak berurutan,
tidak bersebelahan, sedangkan sisik tengkuk berjumlah empat buah dan bersatu
dengan sisik punggung yang berlunas. Jari-jari kaki berselaput pada dasarnya,
dan sisik kakinya berlunas. Matanya beiris tegak.
Comments
Post a Comment