Tugas Kuliah: Northern Blotting

 Pendahuluan: Kenapa mengukur mRNA? 

Northern blotting merupakan salah satu teknik kunci dalam biologi molekuler, tujuan utamanya adalah pengukuran messenger RNA (mRNA) yang spesifik. Northern blotting memungkinkan pengamatan kontrol seluler terhadap struktur dan fungsi dengan menentukan tingkat ekspresi gen tertentu saat diferensiasi, morfogenesis dan juga kondisi abnormal atau sakit. 

Istilah Northern blot sebenarnya mengacu pada transfer kapiler RNA dari gel elektroforesis menuju membran blotting, karenanya, keseluruhan proses yang dilakukan biasa disebut dengan Northern blotting. Teknik Northern blot dikembangkan pada 1977 oleh James Alwine, David Kemp dan George Stark di Universitas Stanford. Teknik ini dinamai Northern blotting dikarenakan kemiripannya terhadap teknik blotting pertama, yaitu Southern blot (dinamai sesuai dengan penemunya, Edwin Southern). Perbedaan utamanya adalah, pada Northern blot yang dianalisa merupakan RNA. 

Sebelum membahas Northern blotting secara detail, perlu diketahui kenapa mRNA harus diukur. Alasan pertama adalah untuk menentukan jaringan mana yang mengekspresikan gen tertentu, dan hal ini dapat memberikan indikasi tentang fungsi fisiologis dari protein yang dikode oleh mRNA tersebut. Sebagai contoh, gen ob (obese) yang baru-baru ini ditemukan diekspresikan oleh jaringan lemak putih, merupakan dasar dari pandangan bahwa produk protein (leptin) berperan sebagai sinyal untuk penyimpanan lemak. Alasan kedua adalah penentuan faktor-faktor yang mengatur regulasi suatu gen, bisa berupa nutrisi, hormon atau lingkungan. 

Ada 3 teknik untuk mengukur mRNA. Yang pertama, dan paling sering digunakan, adalah Northern blotting. Metode kedua adalah RNase Protection Assay yang menawarkan sensitivitas yang lebih baik. Metode ketiga adalah penggunaan reverse transcriptase polymerase chain reaction, yang menawarkan sensitivitas jauh lebih baik dari Northern blotting ataupun RNase Protection Assay, dan dapat mengukur mRNA jaringan tertentu yang jumlahnya sangat sedikit. 

Prinsip Dasar Northern Blotting 
Prinsip dasar Northern blotting adalah pemisahan RNA berdasarkan ukuran dan deteksi pada membran menggunakan probe hibridisasi yang dilengkapi dengan sekuens basa yang komplementer terhadap sebagian atau keseluruhan sekuens dari mRNA target. Gambar 1 menunjukkan skema northern blotting, sedangkan langkah-langkah prosesnya diringkas pada Gambar 2. Perlu dicatat bahwa meskipun istilah Northern blotting sebenarnya mengacu hanya pada transfer RNA dari gel ke membran, keseluruhan prosedur ini seringkali juga disebut Northern blotting. 

Langkah pertama adalah ekstraksi RNA total dari jaringan, menggunakan chaotropic agents seperti guanidium isothiocyanate. Agen tersebut akan merusak sel dan mendenaturasi protein (termasuk RNase), juga melarutkan RNA. Pada beberapa kasus, terdapat langkah terpisah untuk isolasi mRNA dari RNA total yang bertujuan untuk meningkatkan sensitivitas. Peningkatan sensitivitas ini muncul karena hanya beberapa persen dadi RNA total yang berupa mRNA. Isolasi mRNA dari RNA total menggunakan prosedur seleksi poly-A+, melibatkan kolom oligo-T untuk berikatan dengan poly-A+ tail dari mRNA. 

Proses selanjutnya adalah denaturasi atau pemisahan RNA di dalam sampel menjadi untai tunggal, untuk memastikan bahwa untai tersebut tidak terlipat ataupun berikatan dengan untai lainnya. Ekstrak RNA, baik total ataupun hanya yang terseleksi poly-A+, kemudian dipisahkan berdasarkan ukuran molekul menggunakan elektroforesis gel agarosa, dilanjutkan dengan blotting ke membran nylon. Membran nylon, khususnya yang bermuatan positif, biasanya lebih dipilih daripada nitrocellulose karena kapasitas ikatan yang lebih tinggi terhadap asam nukleat dan ketahanannya. Ada 2 alternatif yang dapat digunakan untuk blotting yaitu kapiler atau vakum. Yang biasa digunakan adalah blotting kapiler karena tidak memerlukan peralatan khusus, tetapi, vacuum blotting mulai sering digunakan karena memberikan keuntungan dalam hal kecepatan (1-2 jam vs 4-18 jam) dan reprodusibilitas. Blot memberikan gambaran RNA yang sudah dipisahkan oleh gel ke membran. Setelah blotting, RNA harus diimobilisasi di membran, baik dengan menggunakan oven atau dipapar dengan cahaya ultraviolet, sehingga RNA akan berikatan kovalen dengan membran dan tidak mudah terlepas pada proses-proses berikutnya. Probe hibridisasi dipersiapkan dan kemudian dihibridisasi dengan membran, diikuti dengan pencucian untuk memastikan bahwa probe hanya berikatan spesifik dengan mRNA target. Sinyal hibridisasi kemudian dideteksi, biasanya menggunakan film, dan dikuantifikasi jika diperlukan dengan menggunakan densitometri. 

Probe Hibridisasi 
Hibridisasi asam nukleat memerlukan probe yang komplementer terhadap sebagian atau keseluruhan sekuens mRNA yang diinginkan. Hal ini tergantung pada pasangan basa antara sitosin (C) dan guanin (G), dan antara adenin (A) dan timin (T). Secara umum, ukuran minimal probe untuk menentukan spesifisitas adalah sekitar 25 basa, dengan catatan terdapat kesesuaian antara sekuens probe dan sekuens mRNA target. Dengan probe yang panjangnya sekitar 30 basa, kemungkinan sekuens yang sama muncul pada genom mamalia adalah 1:1 milyar. 

Ada 2 bentuk utama probe hibridisasi, yaitu menggunakan complementary DNA (cDNA) atau menggunakan antisense oligonukleotida (panjang 30-40 basa). Antisense oligonukleotida bisa dirancang dari data sekuens dan kemudian disintesis. Oligonukleotida memberikan keuntungan dalam hal kesederhanaan (misal tidak perlu melakukan isolasi plasmid) dan waktu hibridisasi yang lebih singkat. Meskipun sering digunakan pada penelitian hibridiasi in situ, antisense oligonukleotida masih belum banyak digunakan dalam Northern blotting. Oligonukleotida, sama seperti cDNA, adalah molekul DNA, tetapi riboprobe dari RNA juga bisa digunakan. Riboprobe mungkin dapat meningkatan sensitivitas jika dibandingkan dengan probe DNA, tetapi riboprobe masih kurang stabil karena merupakan sasaran perombakan oleh RNase. 

Deteksi diperoleh baik dengan menggunakan strategi radioaktif ataupun tidak. Kebanyakan labroratorium masih menggunakan radioaktivitas, probe dilabeli dengan 32P (atau 33P). Keuntungan menggunakan probe yang dilabeli dengan zat radioaktif adalah; sensitivitas yang tinggi, prosedur yang tetap dan ketahanannya tinggi. Melihat banyaknya kerugian yang ditimbulkan oleh radioisotop seperti keselamatan, instabilitas probe (waktu paruh isotop yang pendek) dan sulitnya penanganan limbah, banyak yang mulai beralih menggunakan protokol non-radioaktif. Deteksi non-radioaktif menggunakan zat warna, tetapi tingkat sensitivitasnya lebih rendah. Pendekatan non-radioaktif seringkali berdasar chemiluminescence, bisa juga menggunakan fluoresence (tetapi memerlukan instrumen khusus). 

Pada deteksi menggunakan chemiluminescent, pemecahan substrat chemiluminescence dikatalis oleh alkaline phosphatase atau horseradish peroxidase. Enzim ini bisa langsung dikonjugasikan pada probe, atau yang lebih umum, probe dilabeli dengan ligan (digoxigenin, fluorescein, biotin) yang kemudian akan dilokalisasi dengan antibodi (atau avidin atau streptavidin jika menggunakan biotin sebagai ligan) pada tempat di mana alkaline phosphatase atau horseradish peroxidase menempel. 

Sinar X-ray adalah alat yang biasa digunakan untuk mendeteksi sinyal hibridisasi, baik untuk metode radioaktif ataupun dengan chemiluminescence. Kuantifikasi diperoleh dengan menggunakan densitometri, dengan membandingkan nilai kelompok perlakuan dan kontrol. 

Comments

Popular posts from this blog

Filsafat Ilmu

Ektoparasit pada Kucing Liar