Integumen pada Vertebrata

Integumen biasa disebut sebagai kulit (skin) yang melapisi seluruh permukaan tubuh. Bersama-sama dengan derivat-derivatnya, integumen menjadi suatu sistem organ pada tubuh yang sangat penting, yaitu sistem integument (Weichert, 1970). Integumen terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan epidermis pada sisi terluar, dan lapisan dermis yang terletak di sebelah dalam dari lapisan epidermis.

1. Lapisan Epidermis 
Lapisan epidermis merupakan lapisan tipis yang berkembang dari lapisan ektoderm bagian terluar dari suatu embrio hewan, sedangkan dermis merupakan suatu lapisan tebal yang berasal dari dermatom yang juga dipengaruhi oleh mesoderm somatic lateral dan ventral. Lapisan epidermis tersusun atas sel-sel yang berlapis-lapis, terdiri dari: 
  • Stratum Germinativum
    Lapisan paling dalam berbentuk kubus (columnar). Pada lapisan inilah sel-sel mengalami pembelahan. Pada saat sel-sel baru terbentuk pada lapisan germinativum ini, sel-sel di atasnya tertekan dan terdesak perlahan-lahan secara peripheral, sehingga lama-kelamaan lapisannya menjadi lebih datar dan tipis.
  • Transitional Layer
    Merupakan suatu area di mana terjadi desakan pada sel-sel. Pada amfibi dan hewan lainnya, sel-sel tipis ini segera mati setelah mencapai lapisan terluar dan selanjutnya sel-sel mati ini disebut keratin. 
  • Stratum Corneum
    Lapisan keratin yang terbentuk dari hasil desakan sel-sel baru di bawahnya disebut sebagai stratum corneum karena sel-selnya terdiri atas sel-sel mati yang keras seperti tanduk dan bersifat impermeable (Torrey, 1971). 
Menurut Weichert (1970), pada lapisan epidermis ini juga terdapat kutikula. Pada arthropoda, kutikula yang kaku merupakan bahan pembentuk eksoskeleton. 

2. Lapisan Dermis 
Pada bagian dalam epidermis terdapat lapisan yang disebut sebagai lapisan dermis atau corium. Berbeda dengan lapisan epidermis yang tidak dialiri oleh darah (tidak terdapat pembuluh darah), pada lapisan dermis dapat ditemukan pembuluh darah, serabut otot polos, dan beberapa kelenjar yang semuanya terdapat dalam suatu media yang tersusun dari jaringan ikat (connective tissue). Pada bagian dasar dibawah jaringan ikat, terdapat lapisan lemak yang disebut sebagai jaringan adiposa. Jaringan ini berfungsi sebagai lapisan pelindung terluar setelah kulit, serta berguna dalam penyimpanan cadangan makanan (Weichert, 1970). 

Secara rinci, pada manusia dan beberapa vertebrata lainnya, dua lapisan utama pada integumen tersebut dapat terbagi-bagi lagi menjadi beberapa lapisan. Lapisan terluar yaitu stratum corneum yang mengalami keratinisasi, kemudian di bawahnya terdapat stratum lucidum. Lapisan ini, menurut Weichert (1970), sedikit transparan dan merupakan produk intermediat pada proses pembentukan keratin di stratum corneum oleh keratohyalin granules. Di bawahnya terdapat stratum granulosum yang merupakan akumulasi dari terbentuknya keratohyalin granules. Pada lapisan ini banyak terdapat butir-butir (granules), dan pada lapisan inilah sel-sel epidermal mati. Di bagian bawah stratum granulosum, terdapat lapisan sel-sel yang tampak seperti duri (spina) yang bernama stratum spinosum. Kenampakan yang seperti duri ini akan terlihat bila dilihat melalui mikroskop. 

Lapisan di bawah stratum spinosum merupakan lapisan tersendiri yang disebut dermis. Lapisan terluar adalah lapisan papilla (papillary layer). Dibawahnya terdapat reticular layer yang merupakan sisa dari dermis. Pada dermis terdapat kelenjar keringat (sweat gland) yang berfungsi mensekresikan keringat untuk mengatur keseimbangan kadar air dalam tubuh. Selain itu juga terdapat pembuluh darah (vena dan arteri) dan sel-sel saraf yang berfungsi sebagai media transportasi dan koordinasi. Bagian terdalam yaitu jaringan lemak, yang merupakan lapisan pelindung bagi organ-organ tubuh serta menjaga kestabilan suhu tubuh. 

Kulit memiliki berbagai fungsi yang cukup penting bagi tubuh. Hildebrand (1995) menjelaskan diantaranya yaitu sebagai pelindung terhadap jaringan-jaringan tubuh di sisi dalamnya, dan juga sebagai pelindung dari perubahan lingkungan. Kulit dapat mengatur keseimbangan air (water balance), dapat membuat corak tersendiri yang berguna untuk identifikasi serta kamuflase, membantu pergerakan (lokomosi), serta dapat sebagai alat bantu pernapasan. Sekresi dari kelenjar-kelenjar pada kulit dapat berguna sebagai pertahanan diri, contohnya kelenjar mucus pada amfibi. Kulit memiliki banyak saraf-saraf sehingga merupakan alat indra (peraba) yang cukup penting. Kulit juga berguna sebagai tempat penyimpanan lemak dan glikogen, serta dapat mensintesis vitamin D. 

Dalam perkembangannya, kulit memiliki berbagai bentuk derivat, tergantung dari fungsinya terhadap suatu organisme. Beberapa bentuk derivat kulit yaitu sisik (scale) seperti pada ikan dan reptile, bulu (feathers) seperti pada burung, rambut (hair) yang khas pada mamalia, epidermal ridge (tanduk), sel pigmen (chromatophore), serta cakar (claws) yang dapat ditemui pada reptile, burung, beberapa amfibi dan mamalia, tracak seperti pada kuda, babi dan domba, dan kuku seperti yang dimiliki oleh manusia dan hewan primata lain (Torrey, 1971). 

Bulu 
Bulu merupakan salah satu derivat integumen yang hanya terdapat pada burung. Semua jenis burung memiliki bulu, walau pada burung pinguin bulu-bulu yang dimilikinya mengalami modifikasi. Bulu merupakan contoh adaptasi terhadap lingkungan dan cara hidupnya. Bulu burung dapat menjaga insulasi yang sangat penting agar suhu tubuh burung tetap stabil (± 40oC, burung merupakan hewan berdarah panas). Bulu juga memungkinkan burung dapat terbang, serta memberi corak tersendiri bagi burung sehingga ia dapat dengan mudah dikenali berdasarkan warna-warna bulunya (contoh nyata pada burung merak yang memiliki warna dan corak yang sangat indah) (Cornel Laboratory of Ornithology, 2007). 

Secara umum, struktur bulu burung terdiri atas beberapa bagian yaitu rachis, barbs, barbules (dengan hooklet/pengait), serta calamus/quill. Rachis merupakan bangunan/batang tegak di tengah-tengah bulu (central shaft). Pada rachis, terdapat cabang-cabang pada kedua sisinya yang saling berhadapan, yang dinamakan barbs. Pada setiap barbs dihubungkan satu sama lain dengan suatu bangunan yang bernama barbules, dimana setiap barbulae memiliki hooklet/pengait/hamuli pada ujung-ujungnya. Pengait-pengait inilah yang menghubungkan antar barb. Bagian pangkal dari bulu burung, yaitu bagian yang tidak memiliki cabang/barbs dinamakan calamus atau quill. 

Ada empat macam tipe bulu, yaitu filoplumes (hair feathers), plumulae (down feathers), plumae (contour feathers) dan semiplumes (Cornel Laboratory of Ornithology, 2007). 
  • Filoplumes, atau hair feathers, sesuai dengan namanya, terlihat seperti rambut (hair). Struktur dari bulu ini adalah yang paling sederhana, yaitu hanya terdiri dari rachis tanpa ada barb di sisi-sisinya. Barb hanya dapat ditemui pada bagian ujung rachis (Birds in the Classroom). Batang bulunya tertanam pada kulit dan dikelilingi oleh folikel bulu. Filoplumes biasanya tersebar pada permukaan tubuh burung. Namun pada beberapa jenis burung, bulu ini dapat ditemui terkumpul pada suatu bagian tubuh saja (Weichert, 1970). 
  • Plumulae memiliki struktur yang lebih kompleks dibanding filoplumes. Namun demikian, bulu ini berukuran kecil, hanya memiliki sedikit barbulae serta tidak dilengkapi oleh hooklet sehingga secara otomatis masing-masing bagiannya tidak terhubungkan dengan erat. Dengan demikian, bulu tipe ini sangat halus dan lunak. Fungsi utama dari bulu ini yaitu untuk menjaga suhu tubuh burung agar tetap hangat (Cornel Laboratory of Ornithology, 2007). 
  • Bulu tipe plumae adalah tipe bulu yang memberikan ciri khas pada tubuh burung. Bulu bertipe ini memiliki bagian-bagian yang lengkap, antara lain calamus, rachis, barbs, barbules dan hooklet. Biasanya bulu ini berwarna-warni, serta bermanfaat sangat nyata dalam perlindungan tubuh burung dari sinar matahari, angin dan hujan. Dapat dikatakan bahwa bulu ini adalah bulu utama yang berperan sangat penting bagi tubuh burung. 
  • Tipe semiplumes adalah tipe pertengahan di antara plumae dan plumulae. Bulu ini memiliki struktur yang mirip dengan plumae (namun hanya memiliki sedikit hooklet) serta dapat berfungsi sebagai penghangat tubuh. 
Derivate kulit yang lain adalah sisik (scales). Ada dua tipe sisik berdasarkan asal pembentukannya, yaitu epidermal scale dan dermal scale. 
  • Epidermal scale
    Merupakan derivat integumen hasil kornifikasi dari stratum corneum pada epidermis. Sisik ini biasa ditemui pada hewan-hewan terrestrial (hidup di darat) seperti ular, kadal dan reptile lainnya (Weichert, 1970). Pada hewan-hewan terestrial, lapisan yang paling berperan yaitu lapisan epidermis terutama stratum corneum (sebagai pelindung dari lingkungan darat). 
  • Dermal scale
    Sisik ini terdapat pada lapisan dermis kulit. Sisik ini dapat ditemukan pada ikan, dan merupakan sisa dari dermal skeleton. 
Pada ikan, ada lima tipe sisik, yaitu ganoid scale, cosmoid scale, placoid scale, ctenoid scale, dan cycloid scale. 
  • Sisik tipe ganoid merupakan sisik yang berada pada suatu lapisan yang disebut ganoin. Sisik ini terdapat pada Chondrostei dan Holostei (Weichert, 1970). 
  • Sisik tipe ctenoid dan cycloid pada umumnya ditemukan pada ikan Teleostei. Bagian anterior dari tiap sisik biasanya ditutupi (overlapped) oleh bagian posterior dari sisik lain. Struktur sisik yang bertumpukan ini memberikan kelenturan (flexibility) yang lebih baik bagi ikan Teleostei dibanding ikan-ikan lain yang memiliki sisik tipe ganoid dan cosmoid. 
  • Placoid scale hanya dapat ditemukan pada ikan-ikan elasmobranchialis seperti hiu dan dogfish (Weichert, 1970). 
  • Cosmoid scale ditemukan pada ikan-ikan Choanichthyes, dan pada akhinya, sisik tipe ini tidak terlalu eksis dan sedikit demi sedikit mengalami evolusi (Torrey, 1971). 
  • Sisik tipe ctenoid kenampakan posterior yang terlihat menyerupai spina pada tepi-tepinya (kata “ctenoid” berasal dari bahasa Yunani “cteno” yang berarti sisir). Struktur berduri/seperti sisir ini disebut ctenii. 
  • Sisik tipe cycloid memiliki sisi posterior yang halus pada tepi-tepinya, serta tidak memiliki ctenii. Kata “cycloid” berasal dari bahasa Yunani “cyclo” yang berarti lingkaran (circle), oleh karena itu, ciri utama sisik ini yaitu bentuknya yang melingkar. 
Ikan-ikan yang memiliki sisik tipe ctenoid dan cycloid pasti mengalami pertumbuhan, dan tentunya sisiknya ikut tumbuh (berbeda dengan epidermal scale yang mengalami ekdisis/pengelupasan dan dilakukan dalam rangka untuk pertumbuhan tubuh hewan/reptil). Hasil dari pertumbuhan sisik ini membentuk suatu tekstur cincin-cincin konsentris pada permukaan sisik. Cincin/garis konsentris ini tampak seperti garis lingkaran tahun pada tumbuhan berkambium, sehingga kadang-kadang garis ini juga digunakan untuk menghitung usia ikan (Aquatics, 2008).

Comments

Popular posts from this blog

Filsafat Ilmu

Ektoparasit pada Kucing Liar

Tugas Kuliah: Northern Blotting