APLIKASI HARI PANJANG DAN GA3 MEMPERCEPAT PEMBUNGAAN AWAL PADA DUA AKSESI LILI LOKAL

Bunga Lili merupakan tanaman hias berumbi yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi. Lili disukai oleh konsumen baik sebagai bunga pot maupun bunga potong. Permintaan bunga potong termasuk lili di pasar domestik meningkat minimal 10% setiap tahun sehingga produksinya perlu ditingkatkan (Herlina 1988). Tanaman lili berasal dari daerah Himalaya (Baranova, 1996). Tanaman ini mulai diperkenalkan di Indonesia pada abad ke-17, dibawa oleh pemerintah kolonial Belanda dan ditanam pada dataran tinggi. Jenis lili yang diperkenalkan pertama kali di Indonesia masih belum diketahui (Soedjono, 1989).
Bunga lili termasuk dalam genus Lilium yang beranggotakan sekitar 80 spesies lili (Gonzales, 2005). Aksesi bunga lili lokal yang digunakan pada penelitian ini adalah Lili Sukabumi (L. longiflorum) dan Lili Bandungan (L. formosanum). L. formosanum memiliki daun yang sempit, tipis dan runcing dengan bunga berwarna putih. Bunga tidak terlalu harum dan dihiasi dengan garis berwarna kemerahan atau keunguan pada bagian abaxial mahkota bunga. Pada L. longiflorum, bunga berwarna putih dan memiliki wangi yang sangat tajam (Marwoto et al., 2002).
Belakangan ini, bunga lili lokal tersebut mulai tergantikan dengan adanya kultivar lili baru yang beraneka warna dan cenderung lebih cepat berbunga. Usaha yang dapat dilakukan untuk mempopulerkan kembali bunga lili lokal diantaranya adalah dengan mempercepat pembungaan pada lili lokal dengan cara modifikasi fotoperiode dan penggunaan GA3 (giberelin sintetis) untuk mempercepat tahapan reproduktif dan penghasilan lebih banyak bunga yang seragam. Untuk modifikasi fotoperiode, telah diketahui bahwa beberapa spesies lili lokal akan memberikan respon spesifik terhadap panjang hari (Wilkins and Dole, 1997). Penggunaan GA3 pada beberapa tumbuhan lain juga telah diketahui dapat mempercepat pembungaan sehingga ada kemungkinan akan memberikan efek yang serupa terhadap tanaman lili lokal tersebut.
Pada penelitian Budiarto (2008) ini, bibit lili lokal yang digunakan berukuran lebih dari 14 cm dan ditanam di Segunung Experimental Station pada bulan Maret-Oktober 2006. Percobaan didesain secara split plot dengan metode blok teracak lengkap. Untuk percobaan modifikasi panjang hari, tanaman dikondisikan pada hari pendek (4 jam pencahayaan matahari), netral (hari biasa) dan hari panjang (5 jam pencahayaan dengan lampu 75 watt). Untuk penggunaan GA3, konsentrasi yang digunakan adalah 0 ppm dan 250 ppm. Selain itu, juga dilakukan kombinasi perlakuan GA3 dan modifikasi fotoperiode terhadap tanaman lili.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa modifikasi fotoperiode memberikan pengaruh yang signifikan dalam pembungaan pada kedua aksesi lili lokal yang digunakan. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada tanaman lili yang diberi pelakuan GA3, begitu juga dengan interaksi antara perlakuan GA3 dan modifikasi fotoperiode.
Tanaman L. longiflorum menunjukkan waktu pembungaan awal yang lebih cepat, jumlah bunga yang lebih banyak pada tiap tanaman dan diameter batang yang lebih besar dibandingkan dengan aksesi lili lokal yang satunya. Hal ini menunjukkan bahwa pada tiap aksesi lili lokal tersebut memiliki kemampuan yang berbeda untuk mengambil keuntungan maksimal dari lingkungan sekitarnya. Konstruksi dan interaksi genetik yang berbeda terhadap lingkungan buatan kemungkinan turut berperan dalam perbedaan tampilan fenotipik yang dihasilkan oleh tanaman tersebut. Tanaman L. formosanum diketahui sebagai salah satu spesies yang berbunga secara alami (musiman) atau tidak dapat dipaksakan untuk berbunga sepanjang tahun (Kim, 1996).
Pada perlakuan GA3 0 ppm, pembungaan awal pada tanaman lili terlihat lebih cepat pada perlakuan hari panjang sedangkan pada perlakuan hari pendek dan hari biasa tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Kecuali kombinasi pada hari pendek, penggunaan GA3 250 ppm menunjukkan pembungaan awal yang juga lebih cepat. Waktu pembungaan yang lebih cepat pada tanaman lili dengan perlakuan GA3 dan hari panjang mengindikasikan bahwa kedua aksesi lili lokal tersebut masih memiliki memori sinyal untuk pembungaan yang lebih awal.
Percepatan pembungaan awal tersebut membuktikan bahwa control genetis untuk mekanisme transduksi fotoreseptor dan circadian rhythm masih eksis pada kedua aksesi lili lokal tersebut meskipun keduanya telah lama beradaptasi pada kondisi tropis. Tanaman lili yang diberi perlakuan GA3 dan hari panjang  menunjukkan pembungaan awal sekitar 20 hari lebih cepat dibandingkan tanaman lili yang hanya diberi perlakuan hari panjang. Efek yang sama juga terlihat pada kombinasi perlakuan GA3 dengan hari biasa (netral). Hal ini mengindikasikan bahwa GA3 kemungkinan dapat menggantikan aplikasi dari hari panjang pada tanaman lili tropis, meskipun perlakuan hari panjang kemungkinan juga akan mempercepat waktu pembungaan.
Pada perlakuan hari pendek, efek pemberian GA3 pada diameter batang dan tinggi tanaman tidak terlalu kelihatan, sementara pada hari biasa dan hari panjang efeknya terlihat sangat jelas di mana tanaman akan memiliki batang yang lebih kecil dan tanaman cenderung lebih pendek. Sebaliknya, pada perlakuan hari panjang saja, tanaman lili akan memiliki batang dengan diameter yang lebih besar dan tanaman juga lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian GA3 akan membawa tanaman lili pada tahapan reproduktif di mana pada tahap ini pertumbuhan batang akan terhambat sehingga batang berukuran lebih kecil dikarenakan status fisiologi tumbuhan tersebut diubah untuk tujuan inisiasi dan pembentukan bunga.
Jumlah bunga pada tiap tanaman lili sangat dipengaruhi oleh modifikasi fotoperiode. Tanaman lili yang diberi perlakuan hari pendek memberikan hasil jumlah bunga yang lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman lili pada perlakuan hari biasa dan hari panjang. Jumlah bunga pada tanaman lili dengan perlakuan hari panjang terlihat lebih banyak dibandingkan dengan jumlah bunga pada tanaman lili dengan perlakuan hari biasa.
Jumlah bunga yang lebih sedikit pada perlakuan hari pendek menunjukkan bahwa pertumbuhan potensial tanaman terganggu oleh menurunnya panjang hari. Pada kondisi hari pendek, intersepsi cahaya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan vegetatif terbatas sehingga energy yang tersedia tidak mampu untuk mendukung terjadinya inisiasi dan pembentukan bunga. Pada akhirnya, hal ini akan berakibat pada turunnya jumlah bunga yang dihasilkan oleh tiap tanaman.
Hasil dari penelitian ini dapat membuktikan bahwa untuk meningkatkan produktivitas bunga pada kedua aksesi lili lokal tersebut dapat digunakan perlakuan hari panjang serta penggunaan GA3 dengan konsentrasi 250 ppm. Untuk mencari konsentrasi GA3 yang paling cocok dalam mempercepat pembungaan pada tanaman lili dapat dilakukan penelitian lebih lanjut sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih optimal. Penelitian ini juga dapat diterapkan pada lili-lili lokal lainnya yang juga mulai ditinggalkan karena proses pembungaannya yang lama sehingga kelompok lili-lili lokal ini akan tetap lestari dan mampu bersaing dengan kultivar-kultivar lili yang baru.
Selain percepatan waktu pembungaan serta peningkatan produktivitas tanaman lili, yang perlu diperhatikan untuk mempopulerkan kembali kedua aksesi lili lokal tersebut adalah teknik perbanyakan tanaman lili yang lebih cepat. Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan secara konvensional maupun nonkonvensional. Akan tetapi, untuk menghasilkan bibit dalam jumlah besar, perbanyakan vegetatif secara konvensional misalnya dengan menggunakan umbi lili sebagai bibit, akan diperlukan waktu yang sangat lama. Oleh karenanya, perbanyakan vegetatif dapat dilakukan secara nonkonvensional yaitu dengan teknik kultur jaringan (Setiawati, 2007).
Pada tanaman lili, perbanyakan dengan metode kultur jaringan akan memberikan keuntungan  yaitu dapat dihasilkan  bibit dalam jumlah banyak dalam waktu yang cepat serta bibit yang dihasilkan seragam dan bebas penyakit, terutama virus (Winarsih et al., 1998). Dengan teknik ini, dari satu sisik umbi lili saja (satu umbi terdiri atas beberapa puluh sisik) akan diperoleh bibit yang banyak dalam waktu relatif singkat. Salah satu faktor yang penting dan berpengaruh terhadapa keberhasilan kultur jaringan tunas lili adalah keseimbangan zat pengatur tumbuh (sitokinin dan auksin) di dalam media.


DAFTAR PUSTAKA
Baranova, M.V. 1996. The Lily Species in the Flora of the Former Soviet Union and Their Classification within the Genus Lilium. Acta Hort. 414: 133 – 136.
Budiarto, K. 2008. Long Day and GA3 Treatments Promote Early Flowering on Two Local Lilium Accesions. Agrivita. 30 (3): 211-217.
Gonzales, R.B. 2005. The Use of 2n Gametes for Introgression Breeding in Oriental X Asiatic Lilies. Ph.D Dissertation. Wageningen University. The Netherlands, p. 30–34. (Unpublished).
Herlina, D. 1988. Florikultura Indonesia. Yayasan Bunga Nusantara. Jakarta, hal. 16.
Kim, Y.J. 1996. Lily Industry and Research and Native Lilium Spesies in Korea. Acta Hort. 414: 69–79.
Marwoto, B., T. Sutater, B. Haryanto, M.Dewanti, L. Sanjaya, K. Budiarto, dan E. Febrianty. 2002. Perbaikan Genetik Lily Lokal Melalui Hibridisasi Interspesifik. Laporan Riset Unggulan Terpadu. Menristek-BPPT. Jakarta, p. 45–67.
Setiawati, E. 2007. Teknik Perbanyakan Klon Lili Terseleksi secara In Vitro. Buletin Teknik Pertanian. 12 (1): 4-6.
Soedjono, S. 1989. Makalah Pemuliaan Tanaman Hias: Pembudidayaan Lili. Sub Balai Hortikultura. Cipanas.
Wilkins, H.F. and J.M. Dole. 1997. The Physiology of Flowering in Lilium. Acta Hort. 430: 183–188.
Winarsih, S., Priyono, dan Zaenudin. 1998. Pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap perbanyakan kerk lili secara in vitro. Jurnal Hortikultura 8 (3): 1145-1152.



Comments

Popular posts from this blog

Filsafat Ilmu

Ektoparasit pada Kucing Liar

Tugas Kuliah: Northern Blotting